OLEH H. AAM MUAMAR, M.Pd
Akhir Juli 2016, Presiden
Jokowidodo melakukan gebrakan kedua kalinya, melalui reshuffle kabinet kerja jilid ke-2. Beberapa nama menteri dengan
wajah baru tampil, menggantikan menteri sebelumnya, salah satunya adalah
Prof.DR.H. Muhadjir Effendi, MAP yang menggantikan posisi Prof.DR.Anies
Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagaian aktivis pendidikan banyak yang
tercengang dengan digantinya Baswedan, mengingat tidak ada isyarat sebelumnya
yang mengarah kepada salahnya garis kebijakan yang beliau ambil selama menjadi
menteri, bahkan menurut penilaian mereka akhir-akhir ini Baswedan dianggap
tengah membangun kemitraan yang intim dengan para guru, peserta didik bahkan
orang tua siswa. seperti dikemukakan oleh ketua Federasi Guru Independen
Indonesia (FGII) jawa Barat, Iwan Hermawan. Menurut Iwan, kami tidak habis
pikir kenapa Anies diganti, apa kesalahan Anies, sementara beliau sedang
mesra-mesranya dengan guru dan siswa (Tribun Jabar, 28 Juli 2016). Surat
himbauan yang beliau tulis terakhir jelang tahun ajaran baru, bahhwa orang tua
dianjurkan untuk mengantar peserta didik ke sekolah di hari pertama,
berbondong-bondong para orang tua berangkat mengantar anak atau cucunya ke
sekolah, tidak terkecuali para pejabat, gubernur, bupati atau walikota.
Terlepas dari penilaian negatif
dari sebagian orang, bahwa menteri Baswedan dianggap terlalu mengurusi hal yang
remeh-temah, sampai urusan ngantar ke
sekolah saja harus dikuatkan dengan surat himbauan menteri, padahal hal itu
sudah menjadi kebiasaan bahkan tradisi bagi sebagian masyarakat. Namun,
tanggapan positif banyak dikemukakan oleh pihak sekolah maupun orang tua siswa,
bahwa mereka merasa lebih intim dengan sekolah dan anak didiknya yang
memungkinkan untuk membuka hubungan kerja sama yang lebih intensif lagi antara
sekolah dengan pihak orang tua.
Banyak statemen yang dikemukakan
para ahli dan pengamat politik, digantinya Anies karena gaya kepemimpinanya
yang cenderung cari aman, terlalu banyak menonjolkan pencitraan dan kurang
menggebrak untuk percepatan pembangunan pendidikan nasional. Terakhir, rerata
pencapaian nilai evaluasi akhir (NEM) SMP dan SMA/SMK yang menurun. Sebagian
teman yang ikut memberi komentar, sambil bergurau, dia berstatemen, bahwa
kesalahan Anies Baswedan itu sedikit, ketika mengedarkan surat himbauan orang
tua agar mengantar anaknya di hari pertama, lupa tidak membuat surat edaran
susulan tentang keharuasan mereka untuk menjemput anak-anaknya kembali dari
sekolah.
Tampilnya Prof.DR.H. Muhadjir
Effendi, MAP, bukan sosok yang asing di dunia pendidikan Indonesia. Dikutip
dari www.umm.ac.id, Muhadjir Effendy
merupakan seorang sosiolog yang ahli di bidang militer dan sekaligus sebagai
intelektual muslim. Rektor kelima Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini
mengawali kariernya di UMM sebagai karyawan honorer, dosen, dan kemudian mulai
menjabat sebagai Pembantu Rektor III sejak tahun 1984 pada saat rektor dijabat
oleh Malik Fadjar.
Selain
mengabdi di bidang pendidikan, Muhadjir juga dikenal sebagai seorang kolumnis
yang banyak menyoroti masalah agama, pendidikan, sosial, politik dan juga
tentang kemiliteran. Kemampuannya menulis esai didasari oleh pengalaman sewaktu
mahasiswa sebagai seorang wartawan yang membidani lahirnya ‘Komunikasi’, koran
kampus di tempatnya kuliah dan mengajar dan koran kampus Bestari di UMM.
Kegiatan sosial banyak dilakukan
dengan perannya sebagai pengurus Muhammadiyah mulai tingkat ranting hingga PP
Muhammadiyah. Selain itu juga dipercaya menjadi salah satu anggota Badan
Narkotika Nasional (BNN), Pendekar Tapak Suci, Pengurus HMI, Dewan Penasihat
Asosiasi Wartawan Indonesia wilayah Malang Raya, dan bahkan sempat mengabdikan
di bidang politik sebagai salah satu Ketua di Dewan Pakar Golkar daerah Malang.
Muhadjir Effendy dilahirkan di
Madiun pada 29 Juli 1956. Ia merupakan putra ke-6 dari 9 bersaudara dari
Soeroja dan Ibu Sri Soebita. Setelah menempuh pendidikan formal mulai SD hingga
PGAN 6 tahun di daerah asalnya, Muhadjir kemudian melanjutkan kuliah di IAIN
Malang dan memperoleh gelar Sarjana Muda (BA) tahun 1978. Lalu dia
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di IKIP Negeri Malang
(sekarang UM) tahun 1982.
Pendidikan strata 2 diselesaikan
di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan memperoleh gelar Magister
Administrasi Publik (MAP) tahun 1996. Tahun 2008, Muhadjir berhasil
menyelesaikan pendidikan strata 3 pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial dan memperoleh
gelar doktor bidang sosiologi militer di Program Doktor Universitas Airlangga.
Selain pendidikan formal, dia juga beberapa kali mengikuti kursus di luar
negeri, antara lain di National Defence University, Washington DC (1993) dan di
Victoria University, British Columbia, Canada (1991).
Semasa
kuliah, Muhadjir menekuni profesi sebagai wartawan di beberapa koran, antara
lain: Komunikasi (koran kampus IKIP Malang) sejak tahun 1982, koran Bestari UMM
(1986), majalah Semesta Surabaya (1979-1980), koran Warta Mahasiswa (Dirjen
Dikti) 1978-1982, koran Mimbar Univ. Brawijaya (1978-1980), dan Mingguan
Mahasiswa (Surabaya) pada tahun 1978. Hingga sekarang, dia masih aktif menulis
berbagai artikel di beberapa koran lokal, regional.
Muhadjir Effendy yang menikah
dengan Suryan Widati, dosen Poltek Negeri Malang, kini dikaruniai dua putra:
Muktam Roya Azidan yang lahir pada 9 Maret 2005 dan Senoshaumi Hably lahir 9
Oktober 2006.Muhadjir juga sudah menulis banyak buku, antara lain: Dunia Perguruan
Tinggi dan Kemahasiswaan bersama Prof HA Malik Fadjar, MSc (1989), Bunga Rampai
Pendidikan (1992), Masyarakat Ekuilibrium: Meniti Perubahan dalam Bingkai Keseimbangan (2002), Pedagogi
Kemanusiaan: Sebuah Refleksi (2004), Profesionalisme Militer: Profesionalisme
TNI (2008), dan lain-lain. Pada buku terakhirnya ini, Muhadjir menguraikan
tentang profesionalisme militer, khususnya TNI, setelah era Reformasi.
Kita dunia pendidikan Indonesia
menyimpan harapan di pundak mendikbud yang baru. Pengalamannya di mengajar dan
memimpin lembaga pendidikan, dan latar belakang pendidikannya yang sarat dengan
dunia kependidikan, baik yang yang berbasis keagamaan (PGA 6 tahun di Madiun
dan IAIN Fakultas Tarbiyah di Malang) maupun yang non keagamaan (SD, SMP, IKIP,
Unair dan UGM) diharapkan mampu melakukan terobosan-terobosan bahkan lompatan
besar dalam perubahan pendidikan nasional yang lebih baik.
Di negeri ini sudah banyak
orang-orang yang pintar, namun masih kurang mereka yang memiliki kemempuan
dalam mengelola pemerintahan.Untuk membawa perubahan di dunia pendidikan tidak
cukup hanya berbekal pengetahuan yang
luas dan gelar kesarjanaan yang banyak, namun perlu dukungan pengalaman dan basis
masa yang jelas. Muhadjir Effendi yang nota bene sebagai kader dan pimpinan
Pusat Muhammadiyah dengan segudang pengalaman dalam mengelola lembaga
pendidikan, diharapkan mampu memberikan warna baru dalam dinamisasi pendidikan
di Indonesia.
Nasib
kurikulum 2013
Sementara plt Ketua PB PGRI,
Unifah Rasidi, memberi ucapan selamat dengan terpilihnya Muhadjir Effendi. PGRI
merasa sudah mengenal baik mendikbud yang baru ini semasa beliau menjabat
rektor UMM. Unifah menyimpan harapan besar kepada Muhadjir untuk lebih dapat
meningkatkan sumber daya menusia di bidang pendidikan, sekaligus gerakan
revolusi mental yang tengah digelorakan oleh presiden Jokowi.
Beberapa program yang telah
digulirkan dan diinisiasi oleh menteri sebelumnya, terutama yang berkaitan
dengan optimalisasi sumberdaya manusia pendidikan dan membangun kerjasama yang
lebih kuat antara sekolah dan orang tua, diharapkan untuk dapat terus
dilanjutkan dan ditingkatkan. Sementara mengenai kejelasaan imlpementasi
kurikulum yang nampaknya masih gonjang-ganjing agar segera dilakukan langkah
dan sikap tegas dalam penerapannya di sekolah.
Sejak berakhirnya kabinet Indonesia
Bersatu jilid II, permasalah kurikulum ini bellum juga selesai. Awal digulirkan
telah banyak menuai protes publik. Orang tua merasa keberatan dengan
bergantinya buku pelajaran dan standar kelulusan yang masih berpaku pada hasil
ujian nasional. Sementara para pelaku pendidikan, guru dan karyawan meresa
terbebani dengan setumpuk tugas administrasi yang harus diselesaikan, terutama
dalam dokumentasi penilaian, mulai dari buku raport, leger sampai pada teknik
menyusun soal.
Pada masa menteri Anies Baswedan,
dicoba untuk dilakukan penyelesaian. Dimulai dengan penangguhan implementasi
kurikulum 2013 hingga tahun 2019, wacana penggantian istilah dari kurikulum
2013 menjadi kurikulum nasional, kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk
diterapkan secara bertahap, sampai kepada rencana implementasi kurikulum2013
secara masal di tahun 2019.
Di kalangan pendidik juga, hasil
bimtek k-13 yang terakhir dilaksanakan kemendikbud secara berjenjang, mulai
dari tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota, masih menyisakan
permasalahan teknis, terutama berhubungan dengan regulasi yang memayungi teknik
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada saat bimtek, semua
instruktur dan peserta dikenalkan dengan permendikbud no 103 tahun 2014 dalam
menyusun RPP, namun pada saat awal tahun pelajaran muncul permendikbud yang
baru, nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah.
Secara tegas, mendikbud Muhadjir
belum menguraikan rencana kerjanya berkaitan dengan K-13, namun secara
diplomatis beliau mengatakan bahwa akan melanjutkan programnya mendikbud Anies
Baswedan. Namun untuk program utama ke depan, sesuai amanat presiden Jokowi, mendikbud
baru ini akan fokus pada dua hal. Pertama,
mempertajam fungsi pendidikan vokasi. Kedua,
memastikan penyelenggaraan program kartu pintar secara tepat guna.
Dua hal ini, bentuk breakdown dari isu besar yang diadakan
oleh presiden. Tentang pemerataan di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan.
Penguatan di bidang pendidikan vokasional, kata Muhadjir akan dilakukan di
lembaga pendidikan formal, seperti SMK, maupun non formal, seperti
lembaga-lembaga kursus yang diperkuat dengan diberikannya sertifikat.
Adapun untuk persoalan ujian
nasional, Muhadjir masih menunggu perkembangan ke depan, hanya komentar beliau,
bahwa ujian nasional berfungsi untuk mengukur ketercapaian standar pendidikan
nasional. Apakah perlu atau tidaknya UN, kita tunggu perkembangan, demikian
ujarnya.
Dari kalangan pendidik sendiri
berharap agar ada penyederhanaan-penyederhanaan dalam implementasi kurikulum.
Guru agar tidak disibukkan dengan urusan-urusan administratif, karena tugas
pokok guru adalam menyelenggarakan pembelajaran dan layanan pendidikan yang
optimal untuk mencetak lulusan-lulusan yang siap bersaing dengan tuntutan zaman
yang ada.
Kurikulum jangan ribet di tataran konsep maupun
rumusannya, namun fleksibel dan tepat sasaran dalam implementasinya. Untuk
dapat memberikan layanan pendidikan yang prima, dibutuhkan persiapan yang
mumpuni bagi seorang guru. Selain menyusun RPP, juga menguasai bahan ajar,
menyediakan alat dan media pembelajaran serta memilih dan menentukan metode
yang tepat.
Kepada
Bapak menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru, baik kirannya jika bapak
lebih menyedarhanakan tugas kami para guru agar tidak dibebani oleh tugas-tugas
administrasi. Selamat datang Pak Mendikbud, kiprah dan kebijakan bapat sangat
kami nantikan demi kemajuan pendidikan bangsa yang lebih berkualitas.
OLEH H. AAM MUAMAR, M.Pd
Akhir Juli 2016, Presiden
Jokowidodo melakukan gebrakan kedua kalinya, melalui reshuffle kabinet kerja jilid ke-2. Beberapa nama menteri dengan
wajah baru tampil, menggantikan menteri sebelumnya, salah satunya adalah
Prof.DR.H. Muhadjir Effendi, MAP yang menggantikan posisi Prof.DR.Anies
Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagaian aktivis pendidikan banyak yang
tercengang dengan digantinya Baswedan, mengingat tidak ada isyarat sebelumnya
yang mengarah kepada salahnya garis kebijakan yang beliau ambil selama menjadi
menteri, bahkan menurut penilaian mereka akhir-akhir ini Baswedan dianggap
tengah membangun kemitraan yang intim dengan para guru, peserta didik bahkan
orang tua siswa. seperti dikemukakan oleh ketua Federasi Guru Independen
Indonesia (FGII) jawa Barat, Iwan Hermawan. Menurut Iwan, kami tidak habis
pikir kenapa Anies diganti, apa kesalahan Anies, sementara beliau sedang
mesra-mesranya dengan guru dan siswa (Tribun Jabar, 28 Juli 2016). Surat
himbauan yang beliau tulis terakhir jelang tahun ajaran baru, bahhwa orang tua
dianjurkan untuk mengantar peserta didik ke sekolah di hari pertama,
berbondong-bondong para orang tua berangkat mengantar anak atau cucunya ke
sekolah, tidak terkecuali para pejabat, gubernur, bupati atau walikota.
Terlepas dari penilaian negatif
dari sebagian orang, bahwa menteri Baswedan dianggap terlalu mengurusi hal yang
remeh-temah, sampai urusan ngantar ke
sekolah saja harus dikuatkan dengan surat himbauan menteri, padahal hal itu
sudah menjadi kebiasaan bahkan tradisi bagi sebagian masyarakat. Namun,
tanggapan positif banyak dikemukakan oleh pihak sekolah maupun orang tua siswa,
bahwa mereka merasa lebih intim dengan sekolah dan anak didiknya yang
memungkinkan untuk membuka hubungan kerja sama yang lebih intensif lagi antara
sekolah dengan pihak orang tua.
Banyak statemen yang dikemukakan
para ahli dan pengamat politik, digantinya Anies karena gaya kepemimpinanya
yang cenderung cari aman, terlalu banyak menonjolkan pencitraan dan kurang
menggebrak untuk percepatan pembangunan pendidikan nasional. Terakhir, rerata
pencapaian nilai evaluasi akhir (NEM) SMP dan SMA/SMK yang menurun. Sebagian
teman yang ikut memberi komentar, sambil bergurau, dia berstatemen, bahwa
kesalahan Anies Baswedan itu sedikit, ketika mengedarkan surat himbauan orang
tua agar mengantar anaknya di hari pertama, lupa tidak membuat surat edaran
susulan tentang keharuasan mereka untuk menjemput anak-anaknya kembali dari
sekolah.
Tampilnya Prof.DR.H. Muhadjir
Effendi, MAP, bukan sosok yang asing di dunia pendidikan Indonesia. Dikutip
dari www.umm.ac.id, Muhadjir Effendy
merupakan seorang sosiolog yang ahli di bidang militer dan sekaligus sebagai
intelektual muslim. Rektor kelima Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini
mengawali kariernya di UMM sebagai karyawan honorer, dosen, dan kemudian mulai
menjabat sebagai Pembantu Rektor III sejak tahun 1984 pada saat rektor dijabat
oleh Malik Fadjar.
Selain
mengabdi di bidang pendidikan, Muhadjir juga dikenal sebagai seorang kolumnis
yang banyak menyoroti masalah agama, pendidikan, sosial, politik dan juga
tentang kemiliteran. Kemampuannya menulis esai didasari oleh pengalaman sewaktu
mahasiswa sebagai seorang wartawan yang membidani lahirnya ‘Komunikasi’, koran
kampus di tempatnya kuliah dan mengajar dan koran kampus Bestari di UMM.
Kegiatan sosial banyak dilakukan
dengan perannya sebagai pengurus Muhammadiyah mulai tingkat ranting hingga PP
Muhammadiyah. Selain itu juga dipercaya menjadi salah satu anggota Badan
Narkotika Nasional (BNN), Pendekar Tapak Suci, Pengurus HMI, Dewan Penasihat
Asosiasi Wartawan Indonesia wilayah Malang Raya, dan bahkan sempat mengabdikan
di bidang politik sebagai salah satu Ketua di Dewan Pakar Golkar daerah Malang.
Muhadjir Effendy dilahirkan di
Madiun pada 29 Juli 1956. Ia merupakan putra ke-6 dari 9 bersaudara dari
Soeroja dan Ibu Sri Soebita. Setelah menempuh pendidikan formal mulai SD hingga
PGAN 6 tahun di daerah asalnya, Muhadjir kemudian melanjutkan kuliah di IAIN
Malang dan memperoleh gelar Sarjana Muda (BA) tahun 1978. Lalu dia
menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di IKIP Negeri Malang
(sekarang UM) tahun 1982.
Pendidikan strata 2 diselesaikan
di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan memperoleh gelar Magister
Administrasi Publik (MAP) tahun 1996. Tahun 2008, Muhadjir berhasil
menyelesaikan pendidikan strata 3 pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial dan memperoleh
gelar doktor bidang sosiologi militer di Program Doktor Universitas Airlangga.
Selain pendidikan formal, dia juga beberapa kali mengikuti kursus di luar
negeri, antara lain di National Defence University, Washington DC (1993) dan di
Victoria University, British Columbia, Canada (1991).
Semasa
kuliah, Muhadjir menekuni profesi sebagai wartawan di beberapa koran, antara
lain: Komunikasi (koran kampus IKIP Malang) sejak tahun 1982, koran Bestari UMM
(1986), majalah Semesta Surabaya (1979-1980), koran Warta Mahasiswa (Dirjen
Dikti) 1978-1982, koran Mimbar Univ. Brawijaya (1978-1980), dan Mingguan
Mahasiswa (Surabaya) pada tahun 1978. Hingga sekarang, dia masih aktif menulis
berbagai artikel di beberapa koran lokal, regional.
Muhadjir Effendy yang menikah
dengan Suryan Widati, dosen Poltek Negeri Malang, kini dikaruniai dua putra:
Muktam Roya Azidan yang lahir pada 9 Maret 2005 dan Senoshaumi Hably lahir 9
Oktober 2006.Muhadjir juga sudah menulis banyak buku, antara lain: Dunia Perguruan
Tinggi dan Kemahasiswaan bersama Prof HA Malik Fadjar, MSc (1989), Bunga Rampai
Pendidikan (1992), Masyarakat Ekuilibrium: Meniti Perubahan dalam Bingkai Keseimbangan (2002), Pedagogi
Kemanusiaan: Sebuah Refleksi (2004), Profesionalisme Militer: Profesionalisme
TNI (2008), dan lain-lain. Pada buku terakhirnya ini, Muhadjir menguraikan
tentang profesionalisme militer, khususnya TNI, setelah era Reformasi.
Kita dunia pendidikan Indonesia
menyimpan harapan di pundak mendikbud yang baru. Pengalamannya di mengajar dan
memimpin lembaga pendidikan, dan latar belakang pendidikannya yang sarat dengan
dunia kependidikan, baik yang yang berbasis keagamaan (PGA 6 tahun di Madiun
dan IAIN Fakultas Tarbiyah di Malang) maupun yang non keagamaan (SD, SMP, IKIP,
Unair dan UGM) diharapkan mampu melakukan terobosan-terobosan bahkan lompatan
besar dalam perubahan pendidikan nasional yang lebih baik.
Di negeri ini sudah banyak
orang-orang yang pintar, namun masih kurang mereka yang memiliki kemempuan
dalam mengelola pemerintahan.Untuk membawa perubahan di dunia pendidikan tidak
cukup hanya berbekal pengetahuan yang
luas dan gelar kesarjanaan yang banyak, namun perlu dukungan pengalaman dan basis
masa yang jelas. Muhadjir Effendi yang nota bene sebagai kader dan pimpinan
Pusat Muhammadiyah dengan segudang pengalaman dalam mengelola lembaga
pendidikan, diharapkan mampu memberikan warna baru dalam dinamisasi pendidikan
di Indonesia.
Nasib
kurikulum 2013
Sementara plt Ketua PB PGRI,
Unifah Rasidi, memberi ucapan selamat dengan terpilihnya Muhadjir Effendi. PGRI
merasa sudah mengenal baik mendikbud yang baru ini semasa beliau menjabat
rektor UMM. Unifah menyimpan harapan besar kepada Muhadjir untuk lebih dapat
meningkatkan sumber daya menusia di bidang pendidikan, sekaligus gerakan
revolusi mental yang tengah digelorakan oleh presiden Jokowi.
Beberapa program yang telah
digulirkan dan diinisiasi oleh menteri sebelumnya, terutama yang berkaitan
dengan optimalisasi sumberdaya manusia pendidikan dan membangun kerjasama yang
lebih kuat antara sekolah dan orang tua, diharapkan untuk dapat terus
dilanjutkan dan ditingkatkan. Sementara mengenai kejelasaan imlpementasi
kurikulum yang nampaknya masih gonjang-ganjing agar segera dilakukan langkah
dan sikap tegas dalam penerapannya di sekolah.
Sejak berakhirnya kabinet Indonesia
Bersatu jilid II, permasalah kurikulum ini bellum juga selesai. Awal digulirkan
telah banyak menuai protes publik. Orang tua merasa keberatan dengan
bergantinya buku pelajaran dan standar kelulusan yang masih berpaku pada hasil
ujian nasional. Sementara para pelaku pendidikan, guru dan karyawan meresa
terbebani dengan setumpuk tugas administrasi yang harus diselesaikan, terutama
dalam dokumentasi penilaian, mulai dari buku raport, leger sampai pada teknik
menyusun soal.
Pada masa menteri Anies Baswedan,
dicoba untuk dilakukan penyelesaian. Dimulai dengan penangguhan implementasi
kurikulum 2013 hingga tahun 2019, wacana penggantian istilah dari kurikulum
2013 menjadi kurikulum nasional, kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk
diterapkan secara bertahap, sampai kepada rencana implementasi kurikulum2013
secara masal di tahun 2019.
Di kalangan pendidik juga, hasil
bimtek k-13 yang terakhir dilaksanakan kemendikbud secara berjenjang, mulai
dari tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota, masih menyisakan
permasalahan teknis, terutama berhubungan dengan regulasi yang memayungi teknik
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada saat bimtek, semua
instruktur dan peserta dikenalkan dengan permendikbud no 103 tahun 2014 dalam
menyusun RPP, namun pada saat awal tahun pelajaran muncul permendikbud yang
baru, nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah.
Secara tegas, mendikbud Muhadjir
belum menguraikan rencana kerjanya berkaitan dengan K-13, namun secara
diplomatis beliau mengatakan bahwa akan melanjutkan programnya mendikbud Anies
Baswedan. Namun untuk program utama ke depan, sesuai amanat presiden Jokowi, mendikbud
baru ini akan fokus pada dua hal. Pertama,
mempertajam fungsi pendidikan vokasi. Kedua,
memastikan penyelenggaraan program kartu pintar secara tepat guna.
Dua hal ini, bentuk breakdown dari isu besar yang diadakan
oleh presiden. Tentang pemerataan di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan.
Penguatan di bidang pendidikan vokasional, kata Muhadjir akan dilakukan di
lembaga pendidikan formal, seperti SMK, maupun non formal, seperti
lembaga-lembaga kursus yang diperkuat dengan diberikannya sertifikat.
Adapun untuk persoalan ujian
nasional, Muhadjir masih menunggu perkembangan ke depan, hanya komentar beliau,
bahwa ujian nasional berfungsi untuk mengukur ketercapaian standar pendidikan
nasional. Apakah perlu atau tidaknya UN, kita tunggu perkembangan, demikian
ujarnya.
Dari kalangan pendidik sendiri
berharap agar ada penyederhanaan-penyederhanaan dalam implementasi kurikulum.
Guru agar tidak disibukkan dengan urusan-urusan administratif, karena tugas
pokok guru adalam menyelenggarakan pembelajaran dan layanan pendidikan yang
optimal untuk mencetak lulusan-lulusan yang siap bersaing dengan tuntutan zaman
yang ada.
Kurikulum jangan ribet di tataran konsep maupun
rumusannya, namun fleksibel dan tepat sasaran dalam implementasinya. Untuk
dapat memberikan layanan pendidikan yang prima, dibutuhkan persiapan yang
mumpuni bagi seorang guru. Selain menyusun RPP, juga menguasai bahan ajar,
menyediakan alat dan media pembelajaran serta memilih dan menentukan metode
yang tepat.
Kepada
Bapak menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru, baik kirannya jika bapak
lebih menyedarhanakan tugas kami para guru agar tidak dibebani oleh tugas-tugas
administrasi. Selamat datang Pak Mendikbud, kiprah dan kebijakan bapat sangat
kami nantikan demi kemajuan pendidikan bangsa yang lebih berkualitas.
tulisannya kenapa tidak bertambah dengan informasi keorganisasian misalnya?
BalasHapus