Recent Comments

SELAMAT DATANG MENDIKNAS BARU, PROF.DR.H. MUHADJIR EFFENDY, MAP

OLEH  H. AAM MUAMAR, M.Pd

Akhir Juli 2016, Presiden Jokowidodo melakukan gebrakan kedua kalinya, melalui reshuffle kabinet kerja jilid ke-2. Beberapa nama menteri dengan wajah baru tampil, menggantikan menteri sebelumnya, salah satunya adalah Prof.DR.H. Muhadjir Effendi, MAP yang menggantikan posisi Prof.DR.Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagaian aktivis pendidikan banyak yang tercengang dengan digantinya Baswedan, mengingat tidak ada isyarat sebelumnya yang mengarah kepada salahnya garis kebijakan yang beliau ambil selama menjadi menteri, bahkan menurut penilaian mereka akhir-akhir ini Baswedan dianggap tengah membangun kemitraan yang intim dengan para guru, peserta didik bahkan orang tua siswa. seperti dikemukakan oleh ketua Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) jawa Barat, Iwan Hermawan. Menurut Iwan, kami tidak habis pikir kenapa Anies diganti, apa kesalahan Anies, sementara beliau sedang mesra-mesranya dengan guru dan siswa (Tribun Jabar, 28 Juli 2016). Surat himbauan yang beliau tulis terakhir jelang tahun ajaran baru, bahhwa orang tua dianjurkan untuk mengantar peserta didik ke sekolah di hari pertama, berbondong-bondong para orang tua berangkat mengantar anak atau cucunya ke sekolah, tidak terkecuali para pejabat, gubernur, bupati atau walikota.
Terlepas dari penilaian negatif dari sebagian orang, bahwa menteri Baswedan dianggap terlalu mengurusi hal yang remeh-temah, sampai urusan ngantar ke sekolah saja harus dikuatkan dengan surat himbauan menteri, padahal hal itu sudah menjadi kebiasaan bahkan tradisi bagi sebagian masyarakat. Namun, tanggapan positif banyak dikemukakan oleh pihak sekolah maupun orang tua siswa, bahwa mereka merasa lebih intim dengan sekolah dan anak didiknya yang memungkinkan untuk membuka hubungan kerja sama yang lebih intensif lagi antara sekolah dengan pihak orang tua.
Banyak statemen  yang dikemukakan para ahli dan pengamat politik, digantinya Anies karena gaya kepemimpinanya yang cenderung cari aman, terlalu banyak menonjolkan pencitraan dan kurang menggebrak untuk percepatan pembangunan pendidikan nasional. Terakhir, rerata pencapaian nilai evaluasi akhir (NEM) SMP dan SMA/SMK yang menurun. Sebagian teman yang ikut memberi komentar, sambil bergurau, dia berstatemen, bahwa kesalahan Anies Baswedan itu sedikit, ketika mengedarkan surat himbauan orang tua agar mengantar anaknya di hari pertama, lupa tidak membuat surat edaran susulan tentang keharuasan mereka untuk menjemput anak-anaknya kembali dari sekolah.
Tampilnya Prof.DR.H. Muhadjir Effendi, MAP, bukan sosok yang asing di dunia pendidikan Indonesia. Dikutip dari www.umm.ac.id, Muhadjir Effendy merupakan seorang sosiolog yang ahli di bidang militer dan sekaligus sebagai intelektual muslim. Rektor kelima Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mengawali kariernya di UMM sebagai karyawan honorer, dosen, dan kemudian mulai menjabat sebagai Pembantu Rektor III sejak tahun 1984 pada saat rektor dijabat oleh Malik Fadjar.
Selain mengabdi di bidang pendidikan, Muhadjir juga dikenal sebagai seorang kolumnis yang banyak menyoroti masalah agama, pendidikan, sosial, politik dan juga tentang kemiliteran. Kemampuannya menulis esai didasari oleh pengalaman sewaktu mahasiswa sebagai seorang wartawan yang membidani lahirnya ‘Komunikasi’, koran kampus di tempatnya kuliah dan mengajar dan koran kampus Bestari di UMM.

Kegiatan sosial banyak dilakukan dengan perannya sebagai pengurus Muhammadiyah mulai tingkat ranting hingga PP Muhammadiyah. Selain itu juga dipercaya menjadi salah satu anggota Badan Narkotika Nasional (BNN), Pendekar Tapak Suci, Pengurus HMI, Dewan Penasihat Asosiasi Wartawan Indonesia wilayah Malang Raya, dan bahkan sempat mengabdikan di bidang politik sebagai salah satu Ketua di Dewan Pakar Golkar daerah Malang.
Muhadjir Effendy dilahirkan di Madiun pada 29 Juli 1956. Ia merupakan putra ke-6 dari 9 bersaudara dari Soeroja dan Ibu Sri Soebita. Setelah menempuh pendidikan formal mulai SD hingga PGAN 6 tahun di daerah asalnya, Muhadjir kemudian melanjutkan kuliah di IAIN Malang dan memperoleh gelar Sarjana Muda (BA) tahun 1978. Lalu dia menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di IKIP Negeri Malang (sekarang UM) tahun 1982.
Pendidikan strata 2 diselesaikan di Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan memperoleh gelar Magister Administrasi Publik (MAP) tahun 1996. Tahun 2008, Muhadjir berhasil menyelesaikan pendidikan strata 3 pada Jurusan Ilmu-ilmu Sosial dan memperoleh gelar doktor bidang sosiologi militer di Program Doktor Universitas Airlangga. Selain pendidikan formal, dia juga beberapa kali mengikuti kursus di luar negeri, antara lain di National Defence University, Washington DC (1993) dan di Victoria University, British Columbia, Canada (1991).

Semasa kuliah, Muhadjir menekuni profesi sebagai wartawan di beberapa koran, antara lain: Komunikasi (koran kampus IKIP Malang) sejak tahun 1982, koran Bestari UMM (1986), majalah Semesta Surabaya (1979-1980), koran Warta Mahasiswa (Dirjen Dikti) 1978-1982, koran Mimbar Univ. Brawijaya (1978-1980), dan Mingguan Mahasiswa (Surabaya) pada tahun 1978. Hingga sekarang, dia masih aktif menulis berbagai artikel di beberapa koran lokal, regional.

Muhadjir Effendy yang menikah dengan Suryan Widati, dosen Poltek Negeri Malang, kini dikaruniai dua putra: Muktam Roya Azidan yang lahir pada 9 Maret 2005 dan Senoshaumi Hably lahir 9 Oktober 2006.Muhadjir juga sudah menulis banyak buku, antara lain: Dunia Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan bersama Prof HA Malik Fadjar, MSc (1989), Bunga Rampai Pendidikan (1992), Masyarakat Ekuilibrium: Meniti Perubahan dalam Bingkai Keseimbangan (2002), Pedagogi Kemanusiaan: Sebuah Refleksi (2004), Profesionalisme Militer: Profesionalisme TNI (2008), dan lain-lain. Pada buku terakhirnya ini, Muhadjir menguraikan tentang profesionalisme militer, khususnya TNI, setelah era Reformasi.
Kita dunia pendidikan Indonesia menyimpan harapan di pundak mendikbud yang baru. Pengalamannya di mengajar dan memimpin lembaga pendidikan, dan latar belakang pendidikannya yang sarat dengan dunia kependidikan, baik yang yang berbasis keagamaan (PGA 6 tahun di Madiun dan IAIN Fakultas Tarbiyah di Malang) maupun yang non keagamaan (SD, SMP, IKIP, Unair dan UGM) diharapkan mampu melakukan terobosan-terobosan bahkan lompatan besar dalam perubahan pendidikan nasional yang lebih baik.
Di negeri ini sudah banyak orang-orang yang pintar, namun masih kurang mereka yang memiliki kemempuan dalam mengelola pemerintahan.Untuk membawa perubahan di dunia pendidikan tidak cukup hanya berbekal  pengetahuan yang luas dan gelar kesarjanaan yang banyak, namun perlu dukungan pengalaman dan basis masa yang jelas. Muhadjir Effendi yang nota bene sebagai kader dan pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan segudang pengalaman dalam mengelola lembaga pendidikan, diharapkan mampu memberikan warna baru dalam dinamisasi pendidikan di Indonesia.
Nasib kurikulum 2013
Sementara plt Ketua PB PGRI, Unifah Rasidi, memberi ucapan selamat dengan terpilihnya Muhadjir Effendi. PGRI merasa sudah mengenal baik mendikbud yang baru ini semasa beliau menjabat rektor UMM. Unifah menyimpan harapan besar kepada Muhadjir untuk lebih dapat meningkatkan sumber daya menusia di bidang pendidikan, sekaligus gerakan revolusi mental yang tengah digelorakan oleh presiden Jokowi.
Beberapa program yang telah digulirkan dan diinisiasi oleh menteri sebelumnya, terutama yang berkaitan dengan optimalisasi sumberdaya manusia pendidikan dan membangun kerjasama yang lebih kuat antara sekolah dan orang tua, diharapkan untuk dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Sementara mengenai kejelasaan imlpementasi kurikulum yang nampaknya masih gonjang-ganjing agar segera dilakukan langkah dan sikap tegas dalam penerapannya di sekolah.
Sejak berakhirnya kabinet Indonesia Bersatu jilid II, permasalah kurikulum ini bellum juga selesai. Awal digulirkan telah banyak menuai protes publik. Orang tua merasa keberatan dengan bergantinya buku pelajaran dan standar kelulusan yang masih berpaku pada hasil ujian nasional. Sementara para pelaku pendidikan, guru dan karyawan meresa terbebani dengan setumpuk tugas administrasi yang harus diselesaikan, terutama dalam dokumentasi penilaian, mulai dari buku raport, leger sampai pada teknik menyusun soal.
Pada masa menteri Anies Baswedan, dicoba untuk dilakukan penyelesaian. Dimulai dengan penangguhan implementasi kurikulum 2013 hingga tahun 2019, wacana penggantian istilah dari kurikulum 2013 menjadi kurikulum nasional, kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk diterapkan secara bertahap, sampai kepada rencana implementasi kurikulum2013 secara masal di tahun 2019.
Di kalangan pendidik juga, hasil bimtek k-13 yang terakhir dilaksanakan kemendikbud secara berjenjang, mulai dari tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota, masih menyisakan permasalahan teknis, terutama berhubungan dengan regulasi yang memayungi teknik penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada saat bimtek, semua instruktur dan peserta dikenalkan dengan permendikbud no 103 tahun 2014 dalam menyusun RPP, namun pada saat awal tahun pelajaran muncul permendikbud yang baru, nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah.
Secara tegas, mendikbud Muhadjir belum menguraikan rencana kerjanya berkaitan dengan K-13, namun secara diplomatis beliau mengatakan bahwa akan melanjutkan programnya mendikbud Anies Baswedan. Namun untuk program utama ke depan, sesuai amanat presiden Jokowi, mendikbud baru ini akan fokus pada dua hal. Pertama, mempertajam fungsi pendidikan vokasi. Kedua, memastikan penyelenggaraan program kartu pintar secara tepat guna.
Dua hal ini, bentuk breakdown dari isu besar yang diadakan oleh presiden. Tentang pemerataan di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan. Penguatan di bidang pendidikan vokasional, kata Muhadjir akan dilakukan di lembaga pendidikan formal, seperti SMK, maupun non formal, seperti lembaga-lembaga kursus yang diperkuat dengan diberikannya sertifikat.
Adapun untuk persoalan ujian nasional, Muhadjir masih menunggu perkembangan ke depan, hanya komentar beliau, bahwa ujian nasional berfungsi untuk mengukur ketercapaian standar pendidikan nasional. Apakah perlu atau tidaknya UN, kita tunggu perkembangan, demikian ujarnya.
Dari kalangan pendidik sendiri berharap agar ada penyederhanaan-penyederhanaan dalam implementasi kurikulum. Guru agar tidak disibukkan dengan urusan-urusan administratif, karena tugas pokok guru adalam menyelenggarakan pembelajaran dan layanan pendidikan yang optimal untuk mencetak lulusan-lulusan yang siap bersaing dengan tuntutan zaman yang ada.
Kurikulum jangan ribet di tataran konsep maupun rumusannya, namun fleksibel dan tepat sasaran dalam implementasinya. Untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang prima, dibutuhkan persiapan yang mumpuni bagi seorang guru. Selain menyusun RPP, juga menguasai bahan ajar, menyediakan alat dan media pembelajaran serta memilih dan menentukan metode yang tepat.
Kepada Bapak menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru, baik kirannya jika bapak lebih menyedarhanakan tugas kami para guru agar tidak dibebani oleh tugas-tugas administrasi. Selamat datang Pak Mendikbud, kiprah dan kebijakan bapat sangat kami nantikan demi kemajuan pendidikan bangsa yang lebih berkualitas.

Share on Google Plus

About Unknown

1 komentar:

  1. tulisannya kenapa tidak bertambah dengan informasi keorganisasian misalnya?

    BalasHapus